K Coffee : Fine Robusta untuk Kelestarian Kukang Jawa di Hutan Kemuning – Temanggung
Hutan Kemuning – Temanggung adalah salah satu hutan alam tropis yang tersisa di Tanah Jawa dan juga dikelola secara kolaboratif oleh Perhutani dan masyarakat dengan diperbolehkannya membudidayakan kopi di bawahnya. Budidaya kopi di bawah tegakan hutan ini biasa dikenal dengan teknik budidaya shade grown coffee.
Kopi adalah komoditi pertanian penting bagi kesejahteraan petani. Namun, posisi petani yang sebagai price taker (penerima harga pasar) dan ketergantungan yang tinggi pada perantara/distributor seringkali harus menderita kerugian materi, tenaga maupun waktu. Petani memanen kopi, mengupas buah kopi, menjemur, dan kemudian diambil oleh tengkulak. Dari tengkulak ini kemudian disalurkan ke pabrik-pabrik kopi di kota-kota besar. Dengan posisi petani dan panjangya rantai distribusi kopi untuk sampai ke konsumen akhir, dapat dikatakan kopi yang dihasilkan masih belum bisa menjadi tumpuan perekonomian utama bagi keluarga petani.
Akibatnya, untuk menambal sulam kondisi perekonomian, petani memanfaatkan hasil lain yang berasal dari hutan, yaitu satwa liar. Mereka melakukan perburuan dan mengambil berbagai jenis satwa liar yang punya nilai jual ekonomi.
Sangat berbahaya apabila kegiatan perburuan ini terus menerus dilakukan sementara masyarakat juga butuh peningkatan pendapatan ekonomi. Sisa hutan tropis di wilayah ini masih mampu menampung keberadaan salah satu dari 25 primata paling langka di dunia, Kukang Jawa (Nycticebus javanicus). Kondisi ini mendorong Javan Wildlife Institute (JaWI) yang bekerja sama dengan UGM menginisiasi pendampingan bagi petani untuk pengelolaan kopi agar punya nilai tambah (added value) serta memiliki kesadaran untuk tetap menjaga kelestarian satwa liar.
Kopi yang ditanam oleh petani Hutan Kemuning adalah jenis robusta. Kopi robusta sejauh ini masih sering dianggap sebagai anak tiri oleh penikmat kopi, dibanding arabica. Kopi robusta selalu diidentikkan dengan tak berkelas, kopi murah, pahit, tidak menarik dari segi cita rasa, dan paling banter sekedar pelengkap dari produk campuran (house blend).
Wajar memang, jika ada pandangan miring seperti itu karena memang di Indonesia masih sedikit yang memproses kopi robusta dengan baik, seperti petik merah dan sortasi dengan meminimalisir cacat sedikit mungkin.
Bulan Januari 2017, kami menguji kualitas cita rasa dari biji kopi para petani ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember – Jawa Timur.
Sebelumnya, kami melakukan pendampingan kepada petani untuk melakukan petik merah, pengolahan pasca panen secara natural, dan penyortiran untuk meminimalisir biji yang cacat.
Dan hasilnya, wow, seperti dapat kita lihat pada grafik di bawah ini. Kopi yang berasal dari Hutan Kemuning rupanya punya kualitas fine robusta yang setara dengan specialty coffee pada arabica, yakni diatas 80, serta punya kesan rasa spicy dan chocolaty.
O, ya, mungkin bagi sebagian besar pembaca masih kurang familiar dengan kata fine robusta. Para pecinta kopi lebih akrab dengan kata specialty coffee dibanding fine robusta. Ketidak famililiaran tersebut merupakan hal jamak mengingat gagasan mengenai fine robusta baru dikembangkan sejak 2009.
Fine robusta merupakan nama penanda kualitas sekaligus gagasan dan seperangkat protocol dalam mencapai kualitas prima yang mampu diraih oleh kopi robusta, sebagaimana dengan gagasan specialty coffee pada arabica. Kopi robusta berkualitas prima itulah yang disebut sebagai fine robusta.
Berbekal kualitas cita rasa fine robusta dan keberadaan Kukang Jawa di Hutan Kemuning, maka dalam misi konservasi dan meningkatkan pendapatan petani kopi serta memperpendek jarak antara petani (produsen) dan konsumen kopi, kami melakukan terobosan produk kopi specialty jenis robusta dengan maskot/ikon Kukang Jawa yang kami namai dengan “K Coffee”.
Anda bisa mendapatkan produk tersebut di:
atau chat bit.ly/WA_Admin_KopiHutanKemuning