Kopi Hutan Kemuning – Potensi Lain Keunikan Kopi Asal Temanggung
Selain terkenal sebagai daerah penghasil tembakau di Jawa Tengah, Kabupaten Temanggung juga dikenal dengan potensi kopi yang berkualitas ekspor.
Beberapa diantaranya sudah diolah menjadi kopi premium (Specialty Coffe) dan mendapatkan juara dalam kontes kopi seperti kopi robusta Muncar Gumuk sebagai juara II kontes kopi specialty Indonesia ke-7 yang digelar di Banyuwangi Oktober 2015 lalu (keduselatan.com) dan kopi arabica Wonotirto yang menyabet juara II pada helatan SCAA (Specialty Coffe Association of America) pada April 2016 lalu (kopitemanggung.com).
Namun demikian, belum semua daerah penghasil kopi di Kabupaten Temanggung telah diolah menjadi kopi premium dan dikelola secara maksimal. Misalnya di Kebun Kopi Robusta di Desa Kemuning – Kec. Bejen. Kebun kopi di desa ini berada di bawah tegakan hutan rimba campur milik Perum Perhutani KPH Kedu Utara dengan skema PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat).
Kebanyakan petani di daerah tersebut lebih memilih menjual hasil panennya berupa biji kepada pengepul di Kecamatan Candiroto dibandingkan dijual dalam bentuk kopi bubuk atau kemasan.
Pak Bejo selaku Kepala Desa Kemuning mengungkapkan, “kondisi tersebut disebabkan oleh minimnya modal dan keterampilan petani dalam mengolah kopi, karena menjual kopi dalam bentuk bubuk membutuhkan modal, tenaga, dan proses pengolahan yang lebih lama”.
Masalah lain yang dihadapi petani adalah berbagai jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman kopi sehingga menyebabkan penurunan produksi kopi per hektar.
Kebun kopi di bawah rimba campur di Desa Kemuning atau yang biasa disebut Hutan Kemuning oleh masyarakat setempat ini juga memiliki potensi keanekaragaman hayati tinggi.
Berbagai jenis burung dan primata masih dapat ditemukan di sini, dari yang dilindungi hingga sudah langka pun masih ada di hutan ini. Kondisi kebun kopi dengan masih tingginya keanekaragaman yang tinggi inilah yang menjadi keunikan tersendiri dan menjadi ciri khas Hutan Kemuning.
Namun, keanekaragaman hayati tersebut terancam dengan adanya perburuan burung yang dilakukan baik oleh warga desa maupun luar desa.
Pengelolaan kebun kopi juga masih belum ramah lingkungan. Pembersihan tumbuhan di bawah tegakan kopi juga tidak dilakukan pembabatan secara manual.
Penyemprotan dengan pestisida dan bahan-bahan kimia juga masih menjadi pilihan bagi petani dalam mengelola kebun kopinya karena alasan biaya, waktu dan tenaga yang dibutuhkan.
Selain cara budidaya yang mesti dibenahi, ada satu hal yang selama ini disepelekan dalam menunjang produksi kopi, yakni peran satwa burung yang rupanya sebagai pemangsa (predator) hama kopi, baik yang menyerang buah, batang atau daun.
Ini tentu sangat membantu petani mengontrol populasi serangga, sehingga mengurangi kerusakan tanaman kopi. Selain itu, ia juga berperan penting dalam penyerbukan. Mengingat peran burung ini, sudah saatnya perburuan burung yang hidup di kebun kopi dihentikan, ditembak dengan senapan angin atau dengan perangkap lainnya, getah perangkap sangkar.
Beberapa sumber menyebutkan selain perburuan, penggunaan pestisida juga menjadi penyebab berkurangnya populasi burung di kebun kopi. Pestisida memutuskan sistem rantai makanan sehingga menjadikan ekosistem tidak seimbang.
Burung terkena dampak penggunanan pestisida secara tidak langsung. Burung pemakan serangga kesulitan saat musim kawin tiba, apalagi ketika telur mereka menetas, sebab pasokan makanan mereka telah dibasmi dengan insektisida.
Selain itu, penanggulangan rumput pengganggu (gulma) dengan herbisida dapat membunuh atau mengurangi populasi burung yang bergantung pada rerumputan tertentu untuk membuat sarang.
Pertumbuhan embrio telur bisa mengalami kerusakan, sehingga dapat mengurangi jumlah telur yang menetas jika mengalami kontak dengan telur burung.
Prihatin dengan penurunan populasi burung, SMBC (Smithsonian Migratory Bird Center) yang terletak di kota Washington, D.C, Amerika Serikat mendirikan Pusat Migrasi Burung Smithsonian dengan tujuan mendorong upaya menghargai, pemahaman yang lebih, dan perlindungan terhadap burung dan menggulirkan program sertifikasi Bird Friendly Coffee, atau kopi ramah burung.
Sertifikasi ini diberikan kepada perkebunan kopi organik yang dilakukan oleh ilmuwan dari SMBC, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap burung dan satwa liar melalui sistem perkebunan hutan.
Mereka memilih kebun kopi karena merupakan salah satu komoditas terbesar yang diperdagangkan di seluruh dunia. Pihak perkebunan yang ingin memperoleh sertifikat tersebut harus menghubungi SMBC untuk dilakukan inspeksi.
Beberapa hal yang dinilai meliputi sistem pengelolaan organik (tidak menggunakan bahan kimia), terdapat pohon naungan berbentuk kanopi, serta terdapat burung dan satwa liar yang hidup di sana.
Ketika satu perkebunan kopi telah lolos uji, mereka berhak memberikan harga premium di negara tujuan eksport dengan menyertakan logo Bird Friendly Coffee.
Harga premium timbul lantaran ada biaya lebih yang timbul sebagai upaya pelestarian lingkungan, termasuk satwa di dalamnya. Bagi orang yang meminum kopi berlogokan Bird Friendly Coffee, berarti ia turut serta menyelamatkan kelangsungan hidup burung dan satwa liar yang hidup di perkebunan kopi.
Melihat keunikan ekologi Kebun Kopi Desa Kemuning sangat besar potensi untuk mendapatkan harga premium dengan sertifikasi dari Bird Friendly Coffee atas biji kopinya dan bahkan bisa melakukan ekspor secara mandiri. Bagaiman caranya ?.
Caranya sederhana yaitu stop perburuan dan kelola kebun kopi secara organic.