Zona Fauna

Megagardeners: Gajah si Tukang Kebun Hutan Alami

Ternyata, berkebun dan bercocok tanam tak hanya bisa dilakukan oleh manusia di pekarangan rumah atau melalui program penanaman. Sejatinya, ekosistem mampu melakukan regenerasi secara alami dengan bantuan makhluk-makhluk yang hidup di dalamnya. Lah, bagaimana bisa?

***

Sebagai satwa herbivora atau pemakan tumbuhan, gajah memiliki peran penting terhadap ekosistem yang mereka huni. Beberapa penelitian menyebutkan, satwa megafauna ini disebut sebagai penyebar benih yang sangat efektif, hal ini dikarenakan mereka dapat melakukan penyebaran benih dalam jumlah besar dengan spesies tumbuhan beragam. Gajah menjadi hewan megaherbivora yang mengonsumsi banyak materi tanaman, termasuk bagian yang berbuah. Selain itu, luasnya daerah jelajah yang dimiliki dapat membantu  untuk penyebaran benih dalam jarak yang jauh melalui kotoran gajah. 

Gajah, satwa herbivora pemakan tumbuhan di hutan (Rahma Ayu Nabila/Javan Wildlife Institute)

Bagaimana gajah menyebarkan biji?

Setiap harinya, gajah membutuhkan makanan sekitar 5-10% dari berat badannya. Makanan yang dikonsumsi gajah pun sangat bervariatif, dimulai dari batang kayu, ranting, akar, daun, rerumputan, hingga buah. Menurut penelitian dari Blake tahun 2002, gajah hutan afrika atau Loxodanta cyclotis menjadi spesies gajah yang mengonsumsi buah yang paling banyak dibandingkan spesies gajah lainnya. Bahkan, beberapa penelitian menyebutkan bahwa gajah ini termasuk agen penyebar biji yang paling efektif di daerah tropis. Disisi lain, jika bicara soal jarak, artikel yang diunggah oleh Fakultas Sains, University of Cape Town menyebutkan, gajah sabana afrika atau Loxodanta africana dimungkinkan mampu membawa biji lebih jauh dibandingkan dengan lainnya.

Lalu, apakah semua makanan yang masuk akan dicerna seluruhnya oleh gajah? Jawabannya tidak. Ciri paling mudah yang bisa diamati adalah kotoran gajah seringkali masih mengandung serat-serat tanaman atau materi tumbuhan lain yang tidak dapat tercerna. Shoshani & Foley (2000) mengatakan, hanya sekitar 44% makanan gajah yang dikonsumsi dapat tercerna dan biji jadi salah satu bagian yang akan keluar bersama kotoran. Cangkang biji-biji tanaman yang keras dan tebal dapat melunak, sehingga memudahkan biji-biji tersebut untuk tumbuh saat dikeluarkan menjadi kotoran. Biji-biji tersebut kemudian dapat menyebar ke lingkungan sekitar dan menjadi benih bagi tumbuhan baru. 

Biji yang terdapat dalam kotoran gajah (HERD Elephant Orphanage South Africai/Youtube)

Penelitian terkait penyebaran biji oleh gajah juga pernah dilakukan pada gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh oleh Irvan Adi tahun 2017. Penelitian tersebut menunjukan bahwa jenis tumbuhan yang paling banyak disebarkan oleh gajah sumatra di sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh adalah padi (Oryza sativa), ara (Ficus vasculosa), dan beberapa jenis tumbuhan bawah lainnya. Distribusi tumbuhan yang dimaksud banyak ditemukan pada lahan konsesi hutan tanaman Industri. Salah satu keuntungan penyebaran biji melalui kotoran ini adalah adanya sifat gajah yang mempunyai mobilitas berpindah tempat yang tinggi, sehingga gajah dapat makan di suatu tempat dan membuang kotorannya yang mengandung biji di lokasi lain yang dipilih.

Meski demikian, pada kenyataannya, tidak semua biji-biji tanaman yang termakan gajah akan berhasil tumbuh. Ada banyak faktor yang memengaruhi perkecambahan biji dalam kotoran gajah, yang paling utama adalah ketersediaan air.  Selama musim hujan, tumpukan kotoran cenderung lebih mudah hancur dengan cepat akan meningkatkan laju perkecambahan (Samansiri & Weerakoon, 2008). Selain itu, tumpukan kotoran gajah yang berada di tempat terbuka menunjukkan potensi perkecambahan yang tinggi dibandingkan dengan kotoran yang berada di tempat teduh (Cochrane, 2003). Tak hanya itu, penting untuk diingat bahwa terdapat agen pengurai yang juga memiliki peran dalam memengaruhi keberhasilan perkecambahan ini. 

Jangan lupakan peran Dung Beetle!

Pernah dengar kumbang kotoran atau yang sering dikenal dengan istilah Dung Beetle? Jika iya, kamu beruntung. Kumbang ini cenderung unik. Mereka dikenal sebagai kumbang yang sering menggelindingkan bola-bola kotoran satwa lain untuk dijadikan makanan, rumah, ataupun tempat bertelur. Secara ekologi, kumbang kotoran disebut dapat berfungsi sebagai pengurai kotoran satwa, salah satunya gajah. 

Kumbang Kotoran dan bola kotoran miliknya (Yassine Khalfalli/Unsplash)

Yang perlu diketahui dan diingat, kumbang ini bukanlah pemangsa biji. Mereka malah memiliki peran untuk memindahkan biji melalui bola-bola kotoran yang dibuat, lalu memindahkannya ke dalam tanah. Pemindahan kotoran ini berpotensi untuk memengaruhi kelangsungan hidup benih dalam hal menghindari pemangsaan dan meningkatkan potensi perkecambahan. Dengan menggulung, mengubur, atau tinggal di dalam kotoran, kumbang kotoran memindahkan benih, mengurangi risiko benih dimakan atau diserang oleh patogen, dan sering kali memfasilitasi perkecambahan. Sebab biasanya, kumbang ini akan melakukan pemindahan kotoran dari tempat asalnya ke tempat yang lebih aman dari predator. Mereka akan membuat gulungan bola-bola kecil untuk didorong dan dipindahkan (Shepherd & Chapman, 1998). 

***

Jadi, sekarang kita tahu-kan gajah mempunyai peran penting dalam siklus ekosistem, sehingga sejatinya regenerasi hutan dapat diibantu oleh gajah karena ada kemungkinan gajah dapat menyebarkan biji-biji tanaman yang mungkin sulit untuk menyebar secara alami, misalnya, biji-biji yang memiliki kulit keras atau biji-biji yang lebih besar.

 

Referensi:

Blake, S., (2002). The Ecology of Forest Elephant Distribution and its Implications for Conservation. Institute of Cell, Animal, and Population Biology, University of Edinburgh, Edinburgh, Scotland. PhD dissertation.

Cochrane (2003) dalam A Study on the Seed Dispersal Capability of Asian Elephants in the Northwestern Region of Sri Lanka K. A. P Samansiri and Devaka K. Weerakoon Department of Zoology, University of Colombo, Colombo, Sri Lanka

Samansiri, K. A. P., & Weerakoon, D. K. (2008). A study on the seed dispersal capability of Asian elephants in the northwestern region of Sri Lanka. Gajah, 28, 19-24.

Shepherd, V. E., & Chapman, C. A. (1998). Dung beetles as secondary seed dispersers: impact on seed predation and germination. Journal of Tropical Ecology, 14(2), 199-215.

Shoshani, J., & Foley, C. (2000). Frequently Asked Questions About Elephants. Elephant, 2(4), 78-87. Doi: 10.22237/elephant/ 1521732268

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *